Hadits,
Atsar dan Kisah Dha’if dan Palsu Seputar Tawassul (2): Atsar-Atsar Lemah Dan
Palsu
Kategori: Aqidah, Hadits
Atsar Pertama
عن ملك الدار- و كان خازن عمر- قال: أصاب الناس قحط في
زمن عمر, فجاء رجل إلى قبر النبي صلى الله عليه و سلم فقال: با رسول الله استسق
لإمتك فإنهم قد هلكوا, فأتى الرجل في المنام, فقيل له : ائت عمر ….الأثر
Dari Malik Ad Dar -beliau adalah bendahara Umar- dia berkata,
“Pada zaman pemerintahan Umar manusia ditimpa kemarau, maka seorang lelaki
mendatangi kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan berkata, “Wahai
Rasulullah, mohonlah kepada Allah untuk menurunkan hujan pada umatmu, karena
sesungguhnya mereka telah binasa”, kemudian orang tersebut bermimpi dan
dikatakan kepadanya: “Pergilah ke Umar……” (Disebutkan oleh Al Hafizh Ibnu
Hajar dalam Fathul Baari 2/397. Al Allamah Al Albani
berkata dalam At Tawassul hal. 131, Atsar ini dha’if dikarenakan
Malik Ad Daar itu majhul).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata (Qo’idah Jalilah fit
Tawassul wal Wasilah hal. 19-20), “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan para nabi sebelum beliau tidak pernah mensyariatkan untuk berdoa kepada
malaikat, para nabi, dan orang shalih serta meminta syafaat dengan perantaraan
mereka, baik setelah kematian mereka dan juga tatkala mereka gaib (yakni mereka
tidak berada di hadapan kita walaupun masih hidup -pent).
Maka seseorang tidak
boleh mengatakan, “Wahai malaikat Allah syafa’atilah aku di sisi Allah,
mintalah kepada Allah agar menolong kami dan memberi rezeki kepada kami atau
menunjuki kami.” Dan demikian pula tidak boleh dia mengatakan kepada para nabi
dan orang shalih yang telah mati, “Wahai nabi Allah, wahai wali Allah,
berdoalah kepada Allah untukku, mintalah kepada Allah agar memaafkanku.” Juga
seseorang tidak boleh mengucapkan, “Aku adukan kepadamu dosa-dosaku atau
kekurangan rezekiku atau penguasaan musuh atasku atau aku adukan kepadamu si
Fulan yang telah menzhalimiku.” Tidak boleh pula dia mengatakan, “Aku adalah
tamumu, aku adalah tetanggamu, atau engkau melindungi setiap orang yang meminta
perlindungan padamu.”
Seseorang tidak boleh menulis (hajatnya -pent) pada lembaran
kertas kemudian menggantungkannya di sisi kuburan, tidak boleh bagi seseorang
menulis di selembar kertas bahwa dia meminta perlindungan kepada si Fulan,
kemudian membawa tulisan tersebut ke orang yang melakukannya dan begitu pula
amalan-amalan semisal itu yang dilakukan ahli bid’ah dari kalangan ahlil kitab
dan kaum muslimin, seperti yang dilakukan orang Nasrani di dalam gereja mereka
dan seperti yang dilakukan ahlu bid’ah di sisi kuburan para nabi dan orang
salih.
Inilah perkara-perkara yang diketahui secara pasti merupakan
bagian dari agama Islam, dan dengan penukilan yang mutawatir dan ijma’ kaum
muslimin bahwa nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah
mensyariatkan hal ini kepada umatnya, dan demikian pula para nabi sebelum
beliau tidak pernah mensyariatkan sedikit pun dari hal tersebut.
Tidak seorang
pun dari sahabat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan orang-orang
yang mengikuti mereka dengan baik melakukan hal itu, dan tidak seorang pun dari
para imam kaum muslimin yang menganjurkan hal tersebut, baik keempat imam
mazhab dan (para imam) selain mereka.
Tidak seorang pun dari mereka yang
menyebutkan bahwa dianjurkan bagi seseorang dalam manasik hajinya untuk meminta
kepada nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di sisi kuburan beliau agar
mensyafa’atinya atau mendoakan umatnya atau mengadu kepada beliau tentang
musibah dunia dan agama yang menimpa umatnya.
Para sahabat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
ditimpa berbagai macam musibah setelah beliau wafat, terkadang dengan kemarau
yang panjang, terkadang dengan kekurangan rezeki, ketakutan dan kuatnya musuh
dan terkadang dengan dosa dan kemaksiatan.
Tidak seorang pun dari mereka
mendatangi kuburan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak juga
kuburan Al Khalil dan para nabi kemudian berkata, “Kami mengadu kepadamu
(atas) kemarau pada saat ini, atau kuatnya musuh.” agar beliau menolong
mereka atau mengampuni mereka. Bahkan hal ini dan yang serupa dengannya
merupakan perkara bid’ah yang diada-adakan yang tidak pernah dianjurkan oleh
para imam kaum muslimin. Dan hal tersebut bukanlah suatu kewajiban dan bukan
pula suatu perkara yang dianjurkan menurut ijma’ kaum muslimin.
Atsar Kedua
عن أبي الجوزاء أوس بن عبد الله, قال: فحط أهل المدينة
قحطا شديدا, فشكو إلى عائشة, فقالت: انظروا إلى قبر النبي صلى الله عليه و سلم
فاجعلوا منه كوا إلى السماء, حتى لا يكون بينه و بين السماء سقف. قالوا : فافعلوا,
فمطرنا مطرا حتى نبت العشب, و سمنت الإبل, حتى تفتقت من الشحم, فسمى عام الفتق
Dari Abul Jauza’ Aus bin Abdillah, dia berkata, “Penduduk
Madinah pernah mengalami kemarau yang sangat dahsyat, kemudian mereka mengadu
kepada Aisyah, maka dia berkata: “Pergilah ke kubur nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam kemudian buatlah lubang yang menghadap ke langit sehingga antara kubur
dan langit tidak terhalang oleh atap.” Mereka berkata, “Mari kita
melakukannya.” Maka hujan lebat mengguyur kami, sehingga rumput tumbuh lebat
dan unta-unta menjadi gemuk dan menghasilkan lemak. Maka saat itu disebut Tahun
Limpahan.” (Dikeluarkan oleh Ad Darimi (1/56) nomor 92. Al Allamah Al
Albani berkata dalam At Tawassul hal 139: “Dan (atsar) ini
sanad(nya) dha’if tidak dapat digunakan sebagai hujjah dikarenakan tiga
alasan…” kemudian beliau menyebutkan alasan tersebut, maka merujuklah
kesana).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata (Lihat Ar Radd
alal Bakri hal 68-74), “Dan riwayat dari Aisyah radhiallahu anha
tentang membuka lubang kuburan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ke arah
langit agar hujan turun tidak shahih dan tidak sah sanadnya. Di antara yang
menjelaskan kedustaan atsar ini adalah bahwa selama Aisyah hidup rumah tersebut
tidak memiliki lubang, bahkan keadaannya tetap seperti pada masa Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam, yakni sebagiannya diberi atap dan sebagian yang
lain terbuka, sehingga sinar matahari masuk ke dalam rumah, sebagaimana riwayat
yang ada dalam Shahihain dari Aisyah bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wa
sallam sedang melakukan shalat Ashar dan sinar matahari masuk ke kamar beliau,
sehingga tidak nampak bayangan (Dikeluarkan oleh Bukhari nomor 521 dan Muslim
nomor 611). Kamar tersebut tidak berubah hingga Walid bin Abdil Malik
menambahkan kamar-kamar itu di masjid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
sejak saat itu kamar Nabi masuk ke dalam masjid. Kemudian di sekitar kamar
Aisyah -yang di dalamnya terletak kuburan Nabi shallallahu alaihi wa sallam-
dibangun tembok yang tinggi, dan sesudah itu dibuatlah lubang sebagai jalan
bagi orang yang turun apabila ingin membersihkan.”
Adapun adanya lubang saat Aisyah hidup, maka itu adalah
kedustaan yang nyata. Seandainya benar, maka hal itu akan menjadi hujjah dan
dalil bahwa orang-orang tersebut tidaklah berdoa kepada Allah dengan
perantaraan makhluk, tidak bertawassul dengan mayat di dalam doa mereka, serta
mereka tidak pula memohon kepada Allah dengan (perantaraan) orang yang sudah
mati. Mereka hanyalah membukanya agar rahmat diturunkan kepadanya, dan di sana
tidak terdapat doa memohon kepada Allah dengan perantaraannya (kubur atau mayat
yang ada di kubur tersebut, yakni Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam -pent).
Bandingkan betapa beda 2 hal tersebut? Sesungguhnya makhluk
hanya bisa memberikan manfaat kepada orang lain melalui doa dan amal shalihnya,
oleh karenanya Allah senang jika seseorang bertawasul kepada-Nya dengan iman,
amal shalih, shalawat dan salam kepada Nabi-Nya shallallahu alaihi wa
sallam, serta mencintai, menaati dan setia kepada beliau. Maka inilah
perkara-perkara yang dicintai Allah agar kita bertawasul kepada-Nya dengan
perkara-perkara tersebut.
Atsar Ketiga
عن علي بن ميمون, قال: سمعت الشفعي يقول: إني لأتبرك
بأبي حنيفة, و أجيء إلى قبره في كل يوم-يعني زائرا- فإذا عرضت لي حاجة صليت
ركعتين, و جئت إلى قبره, وسألت الله تعالى الحاجة عنده, فما تبعده عني حتى تقضى
Dari Ali bin Maimun, dia berkata, Aku mendengar Asy Syafi’i
(Imam Syafi’i -pent) berkata, “Sungguh aku akan bertabarruk dengan Abu
Hanifah, dan aku mendatangi kuburnya di setiap hari -yakni beliau berziarah ke
kuburnya-. Maka jika aku memiliki hajat, aku melakukan shalat dua
raka’at dan aku mendatangi kuburannya kemudian aku memohon kepada Allah ta’ala
agar mengabulkan hajatku di samping kuburannya, dan tak lama berselang hajatku
pun terkabul.” Hikayat ini diriwayatkan oleh Al Khatib Al Baghdadi dalam Tarikh
Baghdad (1/123) dari jalur Umar bin Ishaq bin Ibrahim, dia berkata: “Ali
bin Maimun memberitakan kepada kami, dia berkata, ‘Aku mendengar Asy Syafi’i
mengatakan hal itu.’” (yakni riwayat di atas -pent).
Al ‘Allamah Al Albani berkata dalam Silsilah
Ahadits Adhdha’ifah wa Al Maudhu’at 1/31: “Riwayat ini dha’if bahkan
(riwayat yang) bathil.”
Ibnul Qoyyim berkata dalam Ighatsatul Lahfan 1/246, “Hikayat
yang dinukil dari Imam Syafi’i -bahwa beliau berdoa di samping kuburan Abu
Hanifah- merupakan suatu kedustaan yang nyata.”
Al ‘Allamah Al Muhaddits Al Albani berkata dalam Silsilah
Ahadits Adhdha’ifah wa Al Maudhu’at (1/31) hadits nomor 22, “Riwayat
ini dha’if (lemah), bahkan bathil. Karena sesungguhnya Umar bin Ishaq bin
Ibrahim tidak dikenal, dan tidak pernah disebut dalam kitab-kitab yang membahas
tentang perawi hadits sedikit pun. Jika yang dimaksud Umar bin Ishaq
adalah Amru bin Ishaq bin Ibrahim bin Hamid As Sakan Abu Muhammad At Tunisi,
maka Al Khatib telah menyebutkan biografinya dan menyebutkan bahwasanya dia
adalah penduduk Bukhara yang mendatangi Baghdad tahun 341 Hijriah dalam rangka
hendak berhaji, dan beliau (Al Khatib) tidak menyebutkan jarh (celaan) dan
ta’dil (rekomendasi) atas orang ini dalam kitabnya, maka orang ini statusnya
majhul hal. Mustahil jika yang dimaksudkan adalah orang ini, karena Syaikhnya
yakni Ali bin Maimun wafat pada tahun 247 Hijriah -berdasarkan pendapat yang
paling jauh-, sehingga kematian keduanya berjarak sekitar 100 tahun, maka
mustahil dia menjumpai Syaikhnya tersebut. Kesimpulannya, riwayat ini dha’if
dan tidak ada bukti yang menunjukkan keshahihannya.”
Penutup
Setelah engkau mengetahui sejumlah hadits, atsar dan
kisah yang dha’if, palsu dan dusta tentang tawassul bid’ah yang dilakukan oleh
ahlul bid’ah dan orang sesat. Maka waspadalah wahai kaum muslimin dan jangan
terperdaya oleh kebohongan-kebohongan semacam ini! Bertawakallah kepada Zat
Yang Maha Hidup dan tidak mati, sesungguhnya Dia berfirman,
وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ
“Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah
akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Thalaq: 3)
Janganlah engkau menyeru dan berlindung melainkan kepada
Allah semata.
Janganlah engkau meminta bantuan dan pertolongan melainkan
kepada Allah semata.
Janganlah engkau beribadah (berdoa) kepada sesuatu pun di
samping beribadah (berdoa) kepada Allah.
Saudaraku, jika engkau meminta, mintalah kepada Allah. Jika
engkau meminta pertolongan, minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah, sekiranya
seluruh umat berkumpul untuk memberi manfaat atau mudharat kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi manfaat
dan mudharat kepadamu, melainkan yang telah Allah tetapkan untuk dirimu.
Mohonlah kepada Allah untuk memberikan taufik kepadamu dan
menjaga hatimu agar engkau termasuk orang-orang yang bertawassul kepada-Nya
dengan tawassul yang syar’i bukan dengan tawassul yang bid’ah. Dan
mohonlah kepada Allah ta’ala untuk mengampuni dosa-dosamu dan menyelamatkanmu
dari azab api neraka yang merupakan seburuk-buruk tempat kembali. Hanya
Allah-lah Pemberi Taufik dan Penunjuk kepada jalan yang lurus.
Dikumpulkan dan disusun:
Abu Humaid Abdullah ibn Humaid Al Falasi
Semoga Allah memaafkan dan mengampuninya, orang tuanya dan
seluruh kaum muslimin dan muslimat.
Maraji’:
1.
At Tawassul Anwa’uhu wa
Ahkamuhu karya Syaikh Al Muhaddits Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah-dengan
diringkas.
2.
At Tawassul Hukmuhu wa
Aqsamuhu-dikumpulkan dan disusun oleh Abu Anas Ali ibn Husain Abu Luz-dengan
diringkas.
3.
Muqaddimah diambil
dari tulisan yang disebarluaskan di situs internet.
Oleh: Abu Humaid Abdullah ibnu Humaid Al Fallasi
Diterjemahkan secara bebas oleh: Abu Umair Muhammad Al Makasari (Alumni Ma’had Ilmi)
Murajaah: Ust. Aris Munandar
Sumber Artikel www.muslim.or.id
Diterjemahkan secara bebas oleh: Abu Umair Muhammad Al Makasari (Alumni Ma’had Ilmi)
Murajaah: Ust. Aris Munandar
Sumber Artikel www.muslim.or.id
Cetak/Print atau Download Klik Disini
Published by: Selada Raya, Rachmat Machmud Flimban
![]() |
TUNTUNAN ISLAM |
CENTRAL SELADA RAYA | |