Antara Shalat Dan Memandang Allah (2)
Adapun dalil dalam Hadits, terdapat dalam Shahihain
(Shahih Bukhari dan Shahih Muslim), dari Jarir bin Abdillah radhiallahu’anhu berkata, “Kami
pernah duduk bersama Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam saat itu beliau memandang ke arah bulan ketika
purnama. Beliau bersabda,
أما إنكم سترون ربكم كما ترون هذا القمر لا تضامون في رؤيته فإن استطعتم أن لا
تغلبوا على صلاة قبل طلوع الشمس وقبل غروبها فافعلوا يعني العصر والفجر ثم
قرأ جرير وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ
غُرُوبِهَا
“Sesungguhnya
kalian akan memandang Rabb kalian sebagaimana kalian memandang bulan ini.
Kalian tidak berdesakan ketika memandang Allah. Jika kalian mampu, untuk
tidak melewatkan shalat sebelum terbitnya matahari dan shalat sebelum
tenggelamnya matahari (shalat Ashar dan Subuh), lakukanlah!”
Kemudian Jarir membaca ayat
وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا
“Dan
bertasbihlah dengan memuji Rabb-mu, sebelum terbit matahari dan sebelum
terbenamnya” (QS Thaha: 130) (HR. Bukhori no. 554, Muslim no. 633)
Di dalam hadits ini
terdapat sebuah petunjuk adanya hubungan antara shalat dengan memandang
Allah. Ibnu Rajab rahimahullah berkata,
“Konon kesesuaian perintah untuk menjaga kedua shalat ini setelah disebutkan
memandang Allah adalah: Sesuatu yang paling mulia di surga adalah memandang
Allah Azza
wa Jalla. Sedangkan sesuatu yang paling mulia dari berbagai amalan di
dunia adalah kedua amal shalat ini. Maka dengan menjaga kedua shalat
tersebut seseorang diharapkan dapat masuk ke dalam surga dan memandang
Allah Azza
wa Jalla di dalam surga” (Fathul
Baari 323/4).
Tidak diragukan lagi, ketika para sahabat mendengar Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
kalian akan memandang Rabb kalian sebagaimana kalian memandang bulan“,
maka muncul kerinduan yang sangat besar pada hati mereka dan mereka akan
bertanya-tanya akan amalan apa yang dapat mengantarkan kepada hal yang agung
tersebut. Merupakan sebuah kesempurnaan nasihat dan penjelasan dari Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah menjawab tanpa terlebih dahulu ditanya, Nabi
bersabda, “Jika
kalian mampu, untuk tidak terlewatkan shalat sebelum terbitnya matahari dan
shalat sebelum tenggelamnya matahari, lakukanlah!”. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam mengisyaratkan
dengan hal ini bahwasanya memandang Allah Azza
wa Jalla di hari kiamat kelak tidak dapat dicapai hanya dengan
angan-angan saja.
لَّيْسَ بِأَمَانِيِّكُمْ وَلَا أَمَانِيِّ أَهْلِ الْكِتَابِ
“(Pahala
dari Allah) itu bukanlah menurut angan-anganmu yang kosong dan tidak (pula)
menurut angan-angan Ahli Kitab” (QS An-Nisa:123)
Bahkan untuk memperoleh hal tersebut haruslah dengan beramal yang disertai
keseriusan, kesungguhan, dan berserah diri kepada Allah Tabaaraka
wa Ta’ala. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam menujukkan sebab yang dengannya seorang hamba dapat
memandang Allah Azza
wa Jalla yaitu: dengan
menjaga kedua shalat yang agung, shalat Ashar dan shalat Subuh.
Banyak dalil yang menunjukkan keutamaan kedua shalat tersebut. Dalil-dalil
tersebut berbicara secara khusus mengenai dua shalat ini karena agungnya
keutamaan kedua shalat tersebut serta rasa berat bagi banyak manusia untuk
menunaikan kedua shalat tersebut. Barangsiapa yang mencurahkan tenaganya
kemudian Allah menolongnya dan memberikan taufik kepadanya untuk menjaga
kedua shalat ini maka shalat yang lainnya pun akan terjaga. Terlebih lagi
shalat Subuh yang mana shalat ini
membuka sebuah hari. Barangsiapa yang Allah muliakan dengan menegakkan serta
memperhatikan shalat Subuh maka akan dimudahkan untuk menegakkan shalat yang
lainnya di hari tersebut. Apa yang dilakukan oleh seorang hamba di waktu
Subuhnya akan berpengaruh dengan apa yang dilakukan di sepanjang hari.
Sebagaimana perkatan sebagian salaf, “Harimu seperti untamu, apabila engkau
mengikat unta yang awal, maka yang terkhir pun akan mengikutimu”
Dalam sabda Nabi, “untuk
tidak terlewatkan” hal ini mengisyaratkan bahwasanya di dunia ini
banyak perkara yang membuat seseorang terlewat untuk menjaga dua shalat ini.
Betapa banyak hal-hal yang memalingkan kita pada masa sekarang ini. Sebagian
manusia terlewatkan shalat yang merupakan penyejuk pandangan seorang mukmin
karena minum-minum teh, obrolan yang tidak penting, teman yang kurang
beradab, hal yang sia-sia lagi batil dan melihat hal-hal yang buruk.
Sebagian manusia ada pula yang terlewatkan karena tidur dan malas.
Dalam hadits ini
juga terdapat pelajaran yang menunjukkan bahwasanya keyakinan yang benar itu
membekas pada amal dan perbuatan seseorang. Ketika bertambah iman seseorang
maka bertambah pula keistiqomahan, kesungguhan, upaya, dan penjagaannya
dalam melakukan ketaatan kepada Allah.
Imam an-Nasaai meriwayatkan dalam Sunan-nya, dari Atha bin Saaib dari
bapaknya, ia berkata, Kami shalat diimami ‘Ammar bin Yaasir, dia mengerjakan
shalat itu dengan ringan. Kemudian ada sebagian orang yang berkata
kepadanya, “Sungguh engkau telah meringankan shalat”, Ia menjawab, “Adapun
untuk hal tersebut sungguh aku telah berdo’a didalamnya dengan do’a yang aku
dengar dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Kemudia ketika ‘Ammar bangkit dan pergi, ada
seseorang lelaki yang mengikutinya, yaitu Ubay, ia bertanya tentang doa
tersebut, kemudian ia pergi dan mengabarkan doa tersebut kepada kaumnya:
اللهم بعلمك الغيب وقدرتك على الخلق أحيني ما علمت الحياة خيرا لي وتوفني إذا
علمت الوفاة خيرا لي اللهم وأسألك خشيتك في الغيب والشهادة وأسألك كلمة الحق في
الرضا والغضب وأسألك القصد في الفقر والغنى وأسألك نعيما لا ينفد وأسألك قرة
عين لا تنقطع وأسألك الرضاء بعد القضاء وأسألك برد العيش بعد الموت وأسألك لذة
النظر إلى وجهك والشوق إلى لقائك في غير ضراء مضرة ولا فتنة مضلة اللهم زينا
بزينة الإيمان واجعلنا هداة مهتدين
“Ya
Allah, dengan ilmu-Mu atas yang
ghaib dan dengan kemahakuasaan-Mu atas seluruh makhluk, perpanjanglah
hidupku, bila Engkau mengetahui bahwa kehidupan selanjutnya lebih baik
bagiku. Dan matikan aku dengan segera, bila Engkau mengetahui bahwa kematian
lebih baik bagiku. Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu agar aku takut
kepada-Mu dalam keadaan sembunyi (sepi) atau ramai. Aku mohon kepada-Mu,
agar dapat berpegang dengan kalimat haq di waktu rela atau marah. Aku minta
kepada-Mu, agar aku bisa melaksanakan kesederhanaan dalam keadaan kaya atau
fakir, aku mohon kepada-Mu agar diberi nikmat yang tidak habis dan aku minta
kepada-Mu, agar diberi penyejuk mata yang tak terputus. Aku mohon kepada-Mu
agar aku dapat rela setelah ketentuan-Mu (turun pada kehidupanku). Aku mohon
kepada-Mu kehidupan yang menyenangkan setelah aku meninggal dunia. Aku mohon
kepada-Mu kenikmatan memandang wajah-Mu (di Surga), kerinduan bertemu
dengan-Mu tanpa penderitaan yang membahayakan serta fitnah yang menyesatkan.
Ya Allah, hiasilah kami dengan keimanan dan jadikanlah kami sebagai penunjuk
jalan (lurus) yang memperoleh bimbingan dari-Mu.” (Sunan an-Nasaai no.
1305, Shohih al-Albani dalam Takhrij al-Musyakah 769/2)
Semoga Allah menganugerahkan kepada kita semua untuk menjaga shalat.
Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kenikmatan memandang
wajah-Nya, kerinduan bertemu dengan-Nya tanpa penderitaan yang membahayakan
dan tidak pula dengan fitnah yang menyesatkan.
[diterjemahkan dari kitab Ta'zhimus
Shalah karya Syaikh Prof. Dr. Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al Badr]
Penerjemah: Muhammad Oksa
Sumber Artikel Muslim.Or.Id
Sumber Artikel Muslim.Or.Id
Artikel: Perumnas I Selada Raya
Kunjungi Pula : Fatwa Ulama - Sejarah Islam dan Panduan Islam