Print Friendly and PDF Kebenaran Jangan Diukur Karena seorang Manusia | PERUMNAS I Selada Raya
Home » » Kebenaran Jangan Diukur Karena seorang Manusia

Kebenaran Jangan Diukur Karena seorang Manusia

Written By Rachmat.M.Flimban on 13 Juli 2013 | 01.36

Print Friendly and PDFPrint Friendly
 Kebenaran Jangan Diukur Karena Seorang Manusia
Kategori: AQIDAH

Subhanallah…beginilah Ulama rabbani…Ulama yang mendidik generasi Islam dengan akhlaknya, bukan hanya sekedar mengajarkan ilmu agama…Wahai Allah mudahkanlah kami mencontohnya…

CERITANYA BEGINI:
Syeikh Al ‘Allamah Muhammad bin Shalih Al ‘Ustaimin rahimahullah pernah berkata: “Ini ada (seseorang-pent) yang berkata: “Minta izin untuk membaca qashidah (sya’ir/sajak-pent), apakah kalian mengizinkannya?, bagaimana?, baik (silahkan-pent)”.

Lalu pembaca qashidah (sya’ir/sajak-pent) berkata:

 بسم الله الرحمن الرحيم, الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله 

Amma ba’du, Wahai fadhilat Asy Syeikh saya memohon izin membaca qashidah (sya’ir/sajak-pent)?”,

Syeikh berkata: “Iya (silahkan)”,

Lalu pembaca qashidah berkata:

 يا أمتي إن هذه الليل يقبه *** فجر وأنواره في الأرض تنتشر

 والخير مرتقب والفتح منتظر *** والحق رغم جهود الشر منشر

 وبصحوة بارك الباري مسيرتها *** نقية مابها شوب ولا تدر

 مادام فينا ابن صالح شيخ صحوتنا *** بمثله يرتجى التأييد والظفر

“Wahai Umatku sesungguhnya malam ini akan disudahi oleh *** fajar dan cahayanya di bumi tersebar”

“Dan kebaikan selalu ada dan kemnenagan selalu ditunggu *** dan kebenaran meskipun gigihnya keburukan akan terpenggal”

“Dan kebangkitan, Allah Sang Pencipta akan selalu memberkahi jalannya *** bersih tidak ada duri dan juga halangan”

“Selama ditengah-tengah kita ada Ibnu Shalih (maksudnya adalah syeikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin-pent), Syeikh kebangkitan kita *** dengan semisalnya diharapkan pertolongan dan kemenangan”

Syeikh langsung memotong dan berkata: “Berhentikan, saya tidak setuju dengan bait sajak ini, saya tidak setuju, karena saya tidak ingin kebenaran diikat dengan (personal-pent) orang-orang, setiap orang akan binasa, jika kita ikatkan kebenaran dengan (personal) orang-orang, maka berarti jika seseorang sudah meninggal maka, manusia akan berputus asa akibat ini, maka saya katakan, jika kamu sekarang mampu mengganti bait sajak dengan:

 مادام فينا كتاب الله وسنة رسوله

 Selama ditengah-tengah kita ada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, maka ini adalah lebih baik,”
 Lalu sang pembaca sajak mengatakan:

 مادام فينا كتاب الله وسنة رسوله *** ابن العثيمين

 Selama ditengah-tengah kita ada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, maka ini adalah lebih baik *** (dia adalah-pent) Ibnu Al ‘Utsaimin (maksudnya adalah syeikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin-pent)

Syeikh langsung berkata: “Tidak wahai syeikh, jangan ini kamu sebutkan lagi, semoga Allah memberi petunjuk kepadamu”,

 Pembaca sajak berkata: “Saya tidak terlalu memuji engkau syeikh” (itu yang penulis pahami, karena suaranya tidak terlalu jelas-pent)

Syeikh menjawab: “Tidak, tidak, (pembicaraan beliau tidak terlalu jelas-pent), kalau begitu cukupkan”

Pembaca sajak berkata:

فقيهنا

“Ahli fikih kita”

Syeikh berkata: “Aduh..”

Ada jamaah yang hadir berkata: “Biarkan ia melanjutkan (sajaknya-pent) syeikh..”

Syeikh berkata: “Tidak, tidak, demi Allah, saya tidak rela ia meneruskannya,

Jamaah tadi berkata lagi: “…(suara tidak terlalu jelas-pent)”

Syeikh berkata: “Tidak, tidak, jika kamu tidak mempunyai kecuali ini, kalau begitu silahkan berikan pertanyaan kepada saya, silahkan berikan pertanyaan kepada saya”,

Lalu ada jamaah yang lain berkata: “…(Suaranya tidak terlalu jelas-pent)”,

Syeikh berkata: “Iya (kenapa-pent)?”

Jamaah yang lain tadi berkata: “…(Suaranya tidak jelas-pent)”


Syeikh berkata: “Tidak perlu ini wahai para pemuda, dan saya akan memberikan nasehat kepada kalian sekarang, dari sekarang dan setelah sekarang, JANGAN KALIAN JADIKAN KEBENARAN TERGANTUNG DENGAN SESEORANG, (sebabnya-pent) pertama orang-orang (bisa-pent) akan sesat, sampai-sampai Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata:

مَن كانَ مُسْتَنًّا ، فَلْيَسْتَنَّ بمن قد ماتَ ، فإنَّ الحيَّ لا تُؤمَنُ عليه الفِتْنَةُ

 “Barangsiapa yang ingin mencontoh, maka hendaknya ia mencontoh dengan seorang yang sudah meninggal, karena manusia yang masih hidup, tidak aman dari fitnah (ujian sehingga kebenaran terbalik menjadi kebatilan atau sebaliknya-pent).” (diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr di dalam kitab Jami Bayan Al ‘Ilm wa Fadhlih-pent).

Seseorang jika kalian ikatkan kebenaran dengannya, mungkin saja ia terbalik dirinya , kita berlindung kepada Allah dari hal itu, dan akhirnya ia berjalan di jalan yang tidak benar, oleh sebab itu saya nasehatkan kepada kalian sekarang, jangan jadikan kebenaran terbatas dengan seseorang,

Pertama, diri ini, seorang manusia tidak merasa aman, kita berdoa kepada Allah agar Allah menetapkan saya dan kalian seluruhnya, (saya-pent) tidak merasa aman dari kesalahan dan fitnah (ujian sehingga kebenaran terbalik menjadi kebatilan atau sebaliknya-pent)

Kedua, diri ini akan mati, tidak ada yang akan tersisa,

{وَمَا جَعَلْنَا لِبَشَرٍ مِنْ قَبْلِكَ الْخُلْدَ أَفَإِنْ مِتَّ فَهُمُ الْخَالِدُونَ} [الأنبياء: 34]

Artinya: “Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu (Muhammad), maka jikalau kamu mati, apakah mereka akan kekal?”. QS. Al Anbiya’: 34.

Ketiga, saya adalah Anak Adam adalah manusia biasa, mungkin ia terpedaya, jika ia melihat orang-orang mengagungkannya, memuliakannya, mengerumuninya, mungkin ia (saya-pent) terpedaya, dan mengira bahwa dirinya ma’shum (terjaga dari kesalahan-pent), dan mengaku untuk dirinya terlepas dari kesalahan, dan bahwa apa saja yang ia lakukan adalah benar dan setiap jalan yang ia jalani maka itulah yang disyariatkan, dengan ini akan terjadi kebinasaan.

Oleh sebab itu, pernah seseroang memuji temannya di depan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau bersabda:

وَيْحَكَ قَطَعْتَ عُنُقَ صَاحِبِكَ

“Celaka kamu, kamu telah memotong leher temanmu” (HR. Bukhari –pent)

Dan saya berterima kasih kepada saudara (yang membaca sajak-pent) secara terdahulu, meskipun saya belum mendengar apa yang ia katakana tentang diri saya, atas apa yang bagus dari perasaanya terhadap saya, dan saya berdoa kepada Allah, saya sesuai dengan apa yang ia sangka tentangku atau lebih, akan tetapi saya tidak suka ini. Dan saya akan beri hadiah kepadamu (nanti-pent) insyaAllah Ta’ala, semoga Allah membalas kebaikanmu terhadapku, dan memberikan ganjaran-Nya kepadamu.”

Selesai ditranskrip dari rekaman beliau: http://www.youtube.com/watch?v=Xe083q0aaLo

Oleh Ahmad Zainuddin  Senin, 9 Sya’ban 1434H, Dammam KSA.

Dikutib dari Sumber : http://dakwahsunnah.com
Kunjungi         : Fatwa Ulama - Sejarah Islam dan Panduan Islam

Temukan Kami di Facebook Twitter

Add to Google Reader or Homepage Add to Google Reader or Homepage


Berlangganan Artikel Via Email.
Sebuah pesan akan dikirim ke Email Anda jika penerbit telah menghasilkan konten baru pada hari itu. Tidak ada konten baru, tidak ada email untuk Anda.
Letakan Email Anda :

Delivered by FeedBurner

Print Friendly and PDFPrint Friendly
Share this article :


 
Support : Tuntunan Islam | Central Selada Raya | Al Islam
Copyright © 2013. PERUMNAS I Selada Raya - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Modified by CaraGampang.Com
Proudly powered by Blogger