Bolehkah Ada Alas Ketika Bersujud ?
Soal:
Ustadz, saya mau bertanya. Ustadz, menurut yang sudah saya
ketahui bahwa sujud dalam shalat bukan berarti kulit kita yang bersentuhan
dengan lantai, jadi kalau pakai cadar tidak apa-apa, tanpa harus melepas
cadarnya. Namun saya tidak bisa menjelaskan masalah ini. Pendapat yang rajih,
bagaimana ustadz ? Masalah lain yang ingin saya tanyakan yaitu dalil yang
menjelaskan bahwa makmum tidak boleh mendahului imam dalam shalat ? Pertanyaan
berikutnya tentang sujud yang paha tidak boleh bersentuhan dengan perut.
Jazakumullahu khairan. 6281314308100
Jawab:*)
Kami akan membagi pertanyaan saudara menjadi tiga
pertanyaan:
Pertama, tentang sujud dalam shalat, apakah anggota sujud
harus langsung bersentuhan dengan tanah atau lantai, ataukah boleh terhalang
oleh sesuatu, termasuk cadar ?
Kedua, hukum mendahului gerakan imam dalam shalat.
Ketiga, bagaimana posisi badan dalam sujud, apakah paha
bersentuhan dengan perut atau tidak ?
1. Bolehkah Ada Alas Ketika Bersujud ?
Untuk menjawab pertanyaan pertama, kami simpulkan dari
penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin رحمه الله
sebagai berikut: Para Ulama membagi penghalang yang menghalangi antara anggota
sujud dengan tempat sujud ada dua macam:
Pertama: Penghalang yang melekat di badan orang yang
melakukan shalat, seperti baju yang sedang dipakai, sorban yang sedang dipakai
dan yang semisalnya, maka bersujud diatasnya merupakan hal yang makruh jika
tidak ada alasan mendesak untuk melakukannya. Berdasarkan hadits Anas bin Malik
رضي الله عنه yang mengatakan, “Dahulu kami shalat
bersama Rasulullah di saat panas yang menyengat sehingga apabila salah seorang
diantara kami tidak mampu meletakkan keningnya di tanah (karena terlalu panas)
maka dia meletakkan pakaiannya dan sujud diatasnya. ( HR. al-Bukhari no: 385.,
dan Muslim, Syarh an-Nawawi, Khalil ma’mun Syiha, V/123, no- 1406)
Perkataan Anas bin Malik رضي الله
عنه “apabila salah seorang diantara kami tidak mampu“, menunjukan
bahwa hal tersebut makruh kecuali apabila ada kebutuhan.
Kedua: Penghalang yang (menghalang muka dari tempat sujud
itu -red) terpisah dari badan orang yang melakukan shalat, maka sujud di
atasnya merupakan hal yang dibolehkan karena telah jelas riwayat bahwa
Rasulullah (pernah) shalat diatas alas (khumrah) yang hanya cukup untuk
meletakkan dahi dan telapak tangannya. (HR. al-Bukhari no: 381 dan Muslim,
Syarh an-Nawawi, Khalil ma’mun Syiha, V/167, no. 1502.)
Kesimpulannya menurut Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin
رحمه الله, penghalang antara anggota sujud dengan
tempat sujud ada tiga macam:
Penghalang yang merupakan anggota sujud seperti tangan, maka
tidak boleh bersujud di atas tangannya.
Penghalang yang melekat dengan anggota badan (seperti
pakaian yang sedang dipakai), maka makruh bersujud di atasnya, namun sah
sujudnya.
Penghalang yang terpisah dengan anggota sujud maka boleh
bersujud di atasnya.
Akan tetapi Para Ulama menyebutkan bahwa makruh hukumnya
mengkhususkan sesuatu hanya untuk alas kening saja dalam bersujud, karena
tasyabbuh (menyerupai) dengan kaum Syiah Rafidhah. (Lihat Syarhul Mumti’, III,
hal. 114-115, Dar Ibnu al-Jauzi, cet. 1,1423 H.)
Sebagai tambahan, aurat wanita merdeka dalam shalat (baca:
bukan di luar shalat) sebagaimana pendapat yang dipilih oleh Syaikh Muhammad
bin Shalih al-Utsaimin رحمه الله, adalah seluruh tubuhnya kecuali muka,
telapak tangan dan telapak kakinya. Dengan demikian, wanita yang shalat, pada
asalnya tidak tertutup wajahnya.[1]
Namun jika dia shalat di tempat yang ada kaum lelaki yang
bukan mahramnya, maka dia tetap menutup wajahnya dengan menggunakan cadar.
Hanya saja, cadar ini dipakai pada saat berdiri dan duduk, adapun ketika sujud,
cadar itu harus disingkap agar wajahnya bisa menyentuh tempat sujud tanpa
terhalang oleh cadar.[2] Wallahu a’lam.
Disalin dari Majalah As-Sunnah No.08 Thn.XV 1433H/2011M
rubrik Soal-Jawab hal. 5-6.
*) Pada posting kali ini hanya akan disajikan jawaban
pertama, InsyaAllah dua lainnya akan dipostingan pula.
----------------------------------------------------------------------------------------------
[1] Lihat asy-Syarhu al-Mumti’, 2/160-161 op.cit, tentang
syarat menutup aurat dalam shalat.
[2] Lihat Majmu’ Fatawa beliau 12/297-298
Published by: Selada Raya, Rachmat Machmud Flimban
