Bid'ah Hakiki Dan Bid'ah Idhafiy
Kategori: Bahasan Utama, Manhaj
Published by: Selada Raya, Rachmat Machmud Flimban
Ikuti di Facebook
Kategori: Bahasan Utama, Manhaj
الآصل في العبادات الظر الاماورد عن الشارع تشريعه
al-ashlu fil 'ibaadati al-hazhru, illaa maa warada 'anisy syaari'i tasyrii'uhu
"Hukum asal suatu ibadah adalah terlarang, sampai ada dalil yang menunjukkan bahwa ibaadah tersebut disyari'atkan"
Seoarang yang pernah belajar ilmu agama, pasti memahami kaidah di atas, khususnya seorang yang belajar kaedah fiqih. Berbicara masalah dunia saja membutuhkan ilmu, dan yang berbicara bukanlah sembarang orang, namun harus yang ahli di bidangnya. Terlebih lagi masalah akhirat yang dibicarakan, tentu tidak sembarangan orang yang bisa angkat suara.
Sebagian kamu muslimin, 'alergi' dengan kata bid'ah. Terkadang mereka langsung antipati jika seorang da'i yang menyampaikan nasehat, dan isi nasehat itu terkait denga bid'ah. Namun ketahuilah wahai saudara kami seiman, istilah tersebut telah Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam gunakan sejak dulu. Beliau bersabda,
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثاَتِ اْلأمُوْرِ فَإِنَّ كَلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةَ
"...berhati-hati kalian dengan perkara yang muhdatsat (perkara yang di ada-adakan), karena setiap bid'ah adalah kesesatan." (HR.Abu Dawud dan At-Tirmidzi, At-Tirmidzi berkata, "Hadits Hasan Shahih.")
Perkara yang muhdats di sini, bukanlah terkait dalam masalah dunia, namun terbatas dalam masalah agama saja. Seperti hadits yang diriwayatkan dari Ummul Mukiminin,'Aisyah radhiyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa wasallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى اَمْرِنَا هَذَا مَالَيسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدُّ
"Barangsiapa yang membuat perkara baru (أَحْدَثَّ) dalam urusan (agama) kami ini yang bukan dari ajarannya, maka perkara tersebut tertolak." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dalil lain bahwa 'kreasi' (membuat perkara baru) itu hanya boleh dalam masalah dunia saja, bukan masalah agama, berdasarkan sabda Nabi
أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِأَمْرِ دُنْيَاكُمْ
" ... kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian." (HR. Muslim)
Dalam hadits ini, Nabi mengatakan 'urusan dunia kalian',namun tidak mengatakan 'hukum urusan dunia kalian' Karena untuk masalah dunia, Nabi menyerahkan pada umatnya, namun untuk hukum perkara dunia, hanya Nabi lah ysng lebih tahu. Mislnya dalam hal memelihara jenggot, Urusan jenggot kenapa bisa tumbuh, manusia lebih tahu akan hal itu. Namun urusan hukum memelihara jenggot, Nabi lah yang lebih tahu.
Apa itu Bid'ah Hakiki dan Bid'ah Idhafiy?
Bid’ah
hakiki adalah setiap ibadah yang sama sekali tidak pernah Allah dan Rasul-Nya
syari’atkan dalam bentuk apa pun. Seperti bacaan doa-doa, dzikir-dzikir, dan
shalawat untuk Nabi, yang sama sekali tidak pernah ada asalnya dari syari’at.
Contoh lainnnya adalah adzan yang dilakukan saat shalat ‘idul fithri dan ‘idul
adha, adzan pada shalat istisqa (minta hujan). Dan masih banyak lagi, contoh
perkara-perkara yang tidak pernah ada tuntunannya yang termasuk di dalam
kategori bid’ah hakiki. Termasuk dalam bid’ah hakiki misalnya seseorang yang
melakukan sujud ketika hendak keluar masjid setalah melakukan shalat wajib
atapun shalat sunnah. Jadi intinya, apabila terdapat suatu amalan yang tidak
pernah Allah dan Rasul-Nya tuntunkan, maka hal itu termasuk bid’ah hakiki.
Adapun bid’ah idhafiy adalah bid’ah karena
mengubah apa yang telah Allah dan Rasul-Nya syari’atkan. Misalnya dalam dzikir
yang dilakukan setelah shalat berjama’ah dengan dipimpin satu orang. Pada
asalnya dzikir setelah shalat jama’ah adalah suatu hal yang dituntunkan. Namun
tata caranya menyimpang dari ajaran Allah dan Rasuln-Nya, yang seharusnya
dilakukan sendiri-sendiri, tapi dilakukan secara bersama-sama. Dalam kasus ini,
pengubahan tata cara ibadah yang pada awalnya dituntunkan, termasuk dalam
bid’ah idhafiy. Karena di satu sisi dzikir setelah shalat jama’ah adalah
sunnah, namun di sisi lain adalah bid’ah jika dilakukan secara berjama’ah.
Dan dalam
waktu dekat ini, sebagian kaum muslimin ada yang bersemangat dalam merayakan
hari kelahiran Rasulullah, yang disebut dengan maulid Nabi. Namun yang patut
disayangkan, apa yang mereka lakukan bukanlah termasuk sunnah. Bahkan suatu
ajaran yang Allah dan Rasul-Nya tidak pernah ajarkan. Maka, perhatikanlah
kaedah fikih di awal tulisan, apakah perayaan maulid Nabi itu kita anggap suatu
ibadah apa bukan? Jika ibadah, apakah ada dalil yang mensyari’atkannya?
Hendaknya
setiap muslim semangat dalam menjalankan amalan sunnah, dan berhati-hati dengan
amalan yang tidak ada tuntunannya. Benarlah perkataan sebagian salaf,
الاقتصاد
في السنة أحسن من الاجتهاد في البدعة
“Sederhana
dalam amalan sunnah lebih baik daripada bersemangat dalam melakukan bid’ah”.
Wallahu’alam.
Catatan:
Kami banyak mengambil faedah dari kitab Jam’ul Mahshul fii Syarhi Risalati ibni
Sa’di fil Ushul hal. 124-126, karya Syaikh ‘Abdullah Al-Fauzan
Disalim dari Sumber Penulis:
Wiwit Hardi Priyanto Artikel
Muslim.Or.Id